KOMITE INDEPENDENT PEMANTAU PEMILU Kabupaten Kebumen - Jawa Tengah

Selasa, 24 Agustus 2010

Lobby & Negosiasi Dalam Konflik


Setiap orang sejatinya adalah seorang negosiator. Tanpa disadari, setiap orang sesungguhnya kerap melakukan lobby dan negosiasi dalam keseharian hidup sebagai upaya mewujudkan keinginannya. Bahkan selagi masih kecil, seorang anak kerap menggunakan cara tertentu untuk meminta dibelikan uang jajan atau dibelikan mainan oleh orangtuanya, entah dengan merayu, merajuk, sampai menangis. Lobby dan negosiasi juga terjadi antara istri dan suami, pedagang dan pembeli, pejabat dan stafnya, antar politisi, antar pengusaha, dan seterusnya. Singkatnya, lobby dan negosiasi hampir selalu muncul dalam setiap aspek kehidupan manusia, baik itu individual maupun kelompok.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), negosiasi diartikan sebagai proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dengan pihak lain. Sedangkan berdasarkan New Oxford American Dictionary (2nd Edition), lobby diartikan sebagai upaya untuk memengaruhi seseorang (pejabat politik atau publik) atas suatu isu. Dengan definisi ini, baik lobby maupun negosiasi pada prinsipnya memiliki makna yang sama, yaitu membuka ruang pertukaran sumber daya untuk memenuhi kebutuhan.

Perbedaan atas keduanya lebih pada bentuknya saja. Bentuk formal biasa disebut negosiasi, sedangkan bentuk informal dinyatakan sebagai lobby. Proses lobby tidak terikat waktu dan tempat, dan bisa dilakukan terus menerus dalam waktu panjang. Namun
proses lobby juga memerlukan kemampuan komunikasi interpersonal yang lebih tinggi dibandingkan dengan negosiasi. Kemampuan interpersonal ini dipakai untuk mengolah proses pertukaran kepentingan dalam situasi yang nyaman dan bersahabat.

Walau mengandung konflik, lobby atau negosiasi sejatinya merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan. Dengan mengembangkan kemampuan lobby dan negosiasi, setiap pihak bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya tanpa harus melakukan cara-cara ekstrim, seperti perang, pemaksaan, atau perebutan. Secara umum, suatu proses lobby atau negosiasi akan menghasilkan 4 kemungkinan : Kuadran Kalah-kalah (Menghindari konflik), Kuadran Menang-kalah (Persaingan), Kuadran Kalah-menang (Mengakomodasi), dan Menang-menang (Kolaborasi). Berbicara mengenai negosiasi, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu soft bargaining, hard bargaining dan principled negotiation

Soft bargaining
Soft bargaining melibatkan bentuk negosiasi yang menitikberatkan pada posisi (menang/kalah), dibandingkan kepentingan dari diadakannya negosiasi itu sendiri. Akan tetapi, untuk menghindari masalah-masalah yang kerap muncul dalam perundingan yang melibatkan posisi, para negosiator akan melakukan pendekatan ”soft” seperti memperlakukan lawan bicaranya sebagai teman, mencari kesepakatan dengan harga apapun, dan menawarkan sebuah hasil perundingan atas dasar penciptaan hubungan yang baik dengan lawan bicara._Para pelaku negosiasi yang melakukan pendekatan dengan cara seperti berikut akan mempercayai lawan bicaranya, dan akan bersikap terbuka dan jujur mengenai prinsip-prinsip dasar atau alasan mendasar yang mereka miliki mengenai perundingan tersebut kepada lawan bicara mereka. Hal ini akan membuat mereka menjadi rentan bagi para ”hard bargainers” yang akan bertindak secara kompetitif dengan
menawarkan hanya beberapa pilihan saja yang benar-benar sesuai dengan alasan mendasar mereka, bahkan melakukan ancaman. Di dalam sebuah perundingan yang melibatkan perunding keras dan lembut, maka akan kita temui bahwa perunding keras hampir selalu tampil dengan kesepatakan yang lebih baik secara mendasar.

Hard bargaining
Sebagaimana yang sudah diutarakan pada bagian soft bargaining, hard bargaining juga menitikberatkan pada posisi dibanding kepentingan dari perundingan yang terjadi. Negosiator dengan pendekatan semacam ini sangatlah bersifat kompetitif, dengan melihat kemenangan sebagai satu-satunya tujuan akhir. Bagi beberapa orang pakar, perunding-perunding keras ini memadang lawan bicara mereka sebagai saingan. Mereka tidak mempercayai lawan bicara mereka dan berusaha untuk bermain secerdik mungkin untuk mencoba mendapatkan keuntungan maksimal dalam negosiasi. Sebagai contohnya, mereka akan tetap berpegang teguh dengan posisi awal mereka, atau tawaran pertama mereka, menolak untuk melakukan perubahan. Mereka mencoba untuk mengecoh lawan bicara mereka khususnya terhadap alasan mereka (soft bargainers) dating ke perundingan tersebut dan menuntut keuntungan sepihak dalam pencapaian kesepakatan. Mereka akan memberlakukan trik dan tekanan dalam usaha mereka untuk menang pada sesuatu yang mereka anggap sebagai sebuah kontes kemauan. Bilamana mereka berhadapan dengan perunding lunak, maka para perunding keras ini cenderung untuk selalu menang. Lain halnya jika berhadapan dengan perunding keras lainnya, di mana ada kemungkinan tidak tercapainya kata sepakat sama sekali (no outcome).

Principled Negosiation
Principled negotiation adalah nama yang diberikan untuk pendekatan yang berbasiskan pada kepentingan yang tertulis di dalam sebuah buku, Getting to Yes, yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1981 oleh Roger Fisher dan William Ury. Di dalam buku tersebut tertulis empat dasar di dalam negosiasi: 1) pisahkan antara pelaku dengan masalah; 2) fokus pada kepentingan, bukan posisi; 3) ciptakan pilihan untuk hasil yang mutual; 4) tekankan pada kriteria yang bersifat objektif.
Memisahkan pelaku dari masalah berarti meniadakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah personal dari isu inti, dan bila memang ingin dibicarakan, sebaiknya dibicarakan secara independen. Masalah personal/orang umumnya akan melibatkan masalah yang berkaitan dengan persepsi, emosi dan komunikasi. Persepsi adalah sesuatu yang penting karena hal tersebut membantu dalam pendefinisian masalah serta solusinya. Dan bilamana terdapat kenyataan yang sifatnya objektif dan kenyataan tersebut diinterpretasikan secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula, pada akhirnya kata sepakat akan sulit tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar